Rabu, 12 Oktober 2011

“.........................”

dan akupun menunduk pada nasib

menyerahkan pasrah yang lama kupertahankan

sebab tak mungkin kupeluk kegamangan ini lebih lama lagi

anak-anak yang berteriak menceracaukan harapan

memintaku memberikan air mata yang masih kumiliki

dan tak ada yang harus kusalahkan atas keadaan ini

tak semestinya cuma mimpi yang kupersembahkan

mata mereka yang penuh harap memintaku berjalan lebih jauh

temukan susu dan nasi yang akan membuat mereka bertahan

aku adalah tempat berlindung

saat kesunyian menyungkup malam-malam yang mereka rengkuh

dalam rasa lapar berkepanjangan

aku berlutut pada nasib

membiarkan penistaan harapanku menjadi puing sesal

hingga debunya membasuh semangatku yang beku

tertusuk ratapan gerimis

aku meraung

hingga lumat bersama gaung tangis anak-anakku yang bergayut

pada pelupuk senja penuh cibiran

dan orang-orang meninju ulu hatiku

menginjak satu-satunya asa yang masih kugenggam

ada tawa dan kemenangan mereka atas nasibku

sungguh

begitu adilnya kehidupan

membunuh dan dibunuh

aku bersimpuh

menerima keduanya dalam perjalananku

dan bergumam

terima kasih

aku lelah menerima kesalahan ini

ataukah aku hanya membenarkan kesalahan

sedangkan kebenaran atas keberadaanku

bukanlah kesalahan

lalu dimana jawaban pertanyaanku tersimpan

aku hanya menelan keberuntungan orang lain

diatas kemalangan dan penistaan hidupku

mencoba menerima ketidakadilan ini

sebagai makanan sehari-hari

mensyukuri kemiskinan dan kehinaan

yang mengguyur seperti hujan

aku terlantar sendiri

sementara orang-orang terdekat yang kuanggap dekat

menjauhiku

mencibirkan kegagalan sebagai hadiah ulang tahunku

sungguh

betapa adilnya hidup ini

tertindas dan ditindas

aku menggumam sekali lagi

terima kasih

kehidupan begitu puas menertawakan kekalahanku

meludahiku dengan sejuta jebakan yang ia ciptakan untukku

kehidupan memberiku keadilan

dengan mencampakkanku pada dasar terdalam lumpur nista yang ia ciptakan

aku tak menangisi

menerimanya sebagai anugerah kepedihan

aku tercincang oleh pikiran

mengunyah duka dan tangis anak-anakku yang berharap

atas belas kasih kehidupan

namun cambuk kehidupan tak mendengarku

ia asyik menikmati kemenangan

atas ketidakberdayaanku menyelamatkan diri

kehidupan menciptakan keadilannya sendiri

menghakimi dan menyiksaku sepanjang waktu

ia berguman penuh bangga

itulah keadilan untukmu, maka terimalah

aku mengguman kesekian kalinya

terima kasih

benarkah telah kuingkari takdir ini

menemukan pembenaran atas kesalahan yang tak kulakukan

benarkah telah kurebut kehidupan anak-anakku

menemukan kebahagiaanku sendiri

telah kuberikan apa yang kumiliki

telah kepersembahkan semua yang kupunya

lalu apalagi yang harus kuserahkan

dengan semua ketiadaan yang kugenggam

seberapa jauh lagi jalan penuh luka ini harus kutanggungkan

ingin kurasakan sesaat tanpa beban

lepas merasakan kenikmatan tanpa pamrih

dimanakah sebenarnya jalan yang harus kulalui

tanpa perih dan siksa yang mendera

jika tak ada

lalu kenapa kehidupan ini harus kujalani

sungguh begitu adilnya kehidupan ini

teraniaya dan dianiaya

harus kugumamkan lagi

terima kasih

dedicated to my sons & daughter : naufal rahadian ilham, aniel hikmatya ramadhan dan mahsya anindya putri

Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar Anda