dan akupun menunduk pada nasib
menyerahkan pasrah yang lama kupertahankan
sebab tak mungkin kupeluk kegamangan ini lebih lama lagi
anak-anak yang berteriak menceracaukan harapan
memintaku memberikan air mata yang masih kumiliki
dan tak ada yang harus kusalahkan atas keadaan ini
tak semestinya cuma mimpi yang kupersembahkan
mata mereka yang penuh harap memintaku berjalan lebih jauh
temukan susu dan nasi yang akan membuat mereka bertahan
aku adalah tempat berlindung
saat kesunyian menyungkup malam-malam yang mereka rengkuh
dalam rasa lapar berkepanjangan
aku berlutut pada nasib
membiarkan penistaan harapanku menjadi puing sesal
hingga debunya membasuh semangatku yang beku
tertusuk ratapan gerimis
aku meraung
hingga lumat bersama gaung tangis anak-anakku yang bergayut
pada pelupuk senja penuh cibiran
dan orang-orang meninju ulu hatiku
menginjak satu-satunya asa yang masih kugenggam
ada tawa dan kemenangan mereka atas nasibku
sungguh
begitu adilnya kehidupan
membunuh dan dibunuh
aku bersimpuh
menerima keduanya dalam perjalananku
dan bergumam
terima kasih
aku lelah menerima kesalahan ini
ataukah aku hanya membenarkan kesalahan
sedangkan kebenaran atas keberadaanku
bukanlah kesalahan
lalu dimana jawaban pertanyaanku tersimpan
aku hanya menelan keberuntungan orang lain
diatas kemalangan dan penistaan hidupku
mencoba menerima ketidakadilan ini
sebagai makanan sehari-hari
mensyukuri kemiskinan dan kehinaan
yang mengguyur seperti hujan
aku terlantar sendiri
sementara orang-orang terdekat yang kuanggap dekat
menjauhiku
mencibirkan kegagalan sebagai hadiah ulang tahunku
sungguh
betapa adilnya hidup ini
tertindas dan ditindas
aku menggumam sekali lagi
terima kasih
kehidupan begitu puas menertawakan kekalahanku
meludahiku dengan sejuta jebakan yang ia ciptakan untukku
kehidupan memberiku keadilan
dengan mencampakkanku pada dasar terdalam lumpur nista yang ia ciptakan
aku tak menangisi
menerimanya sebagai anugerah kepedihan
aku tercincang oleh pikiran
mengunyah duka dan tangis anak-anakku yang berharap
atas belas kasih kehidupan
namun cambuk kehidupan tak mendengarku
ia asyik menikmati kemenangan
atas ketidakberdayaanku menyelamatkan diri
kehidupan menciptakan keadilannya sendiri
menghakimi dan menyiksaku sepanjang waktu
ia berguman penuh bangga
itulah keadilan untukmu, maka terimalah
aku mengguman kesekian kalinya
terima kasih
benarkah telah kuingkari takdir ini
menemukan pembenaran atas kesalahan yang tak kulakukan
benarkah telah kurebut kehidupan anak-anakku
menemukan kebahagiaanku sendiri
telah kuberikan apa yang kumiliki
telah kepersembahkan semua yang kupunya
lalu apalagi yang harus kuserahkan
dengan semua ketiadaan yang kugenggam
seberapa jauh lagi jalan penuh luka ini harus kutanggungkan
ingin kurasakan sesaat tanpa beban
lepas merasakan kenikmatan tanpa pamrih
dimanakah sebenarnya jalan yang harus kulalui
tanpa perih dan siksa yang mendera
jika tak ada
lalu kenapa kehidupan ini harus kujalani
sungguh begitu adilnya kehidupan ini
teraniaya dan dianiaya
harus kugumamkan lagi
terima kasih
dedicated to my sons & daughter : naufal rahadian ilham, aniel hikmatya ramadhan dan mahsya anindya putri
Mei 2010